Sahur
![]() |
| Dlodo |
Langit
begitu bersih, kelap-kelip cahaya bintang menaburi langit yang lengang itu. Di
langgar beberapa pemuda nampak mempersiapkan alat tabuh. Mereka itulah kelompok
pembangun orang sahur dari langgar Al-Ikhlas. Jam menunjukan pukul dua dini
hari. Seperempat jam laagi mereka akan berkeliling desa.
“Jon ini
sahur pertama,” kata Jinok kepada Jono.
“Iya tahu
Jin, besok puasa hari pertama.” Sahut Jono
“Kamu puasa
gak?”
“Biar
bulannya saja yang puasa Jin, besok kata bos banyak muatan di gudang.”
“Puasa gak
ya..” gumam Jinok.
Bebarapa
saat hening. Ada yang sibuk membolak-balik kentongan, ada yang
menggoyang-goyangkan tong mengecek kerapatan tali. Tong tabuh itu dipasuk di
gerobak. Dari kejauhan bunyi ting... ting... ting.. semakin mendekat ke arah
langgar. Itu dia Ucup, usai mengambil besi bekas rel kereta dari gudang
rumahnya.
“Ayo
berangkat! mumpung orang-orang masih tidur.” Ucap Ucup kepada kawan-kawannya.
Kelompok
pembangun sahur itu pemanasan tabuh di depan langgar. Tanpa aba-aba mereka
berjalan pelan. Ada yang mendorong gerobak, memukul kentongan, Jinok menabuh
tong, Jono mendorong gerobak. Hasil pukulan alat tabuh sederhana itu tak buruk
juga di dengar, dipadu dengan lantunan lagu sahur ciptaan mereka.
Ibu-ibu
jangan lupa sayurnya dipanasin
Adik-adik
bapaknya dibangunin
Saudara
besok puasa jangan lupa
Biar ikut
susah menyambut hari raya
Ibu-ibu
jangan lupa sayurnya dihangatin
Sayur
Asem, sayur bening, sayur lodeh
Sayur
mayur hidup mujur kalau jujur
Sahur...
sahur... sahur... sahur....
Mereka
sangat semangat membangunkan orang sahur, saking asyiknya hampir tak mendengar
teriakan tolong dari dalam rumah pak Joni. Teriakan anak kecil yang melihat
ibunya merintih kesakitan memegangi perutnya. Jono yang melamun sambil
mendorong gerobak sayup-sayup mendengar suara anak kecil. Dia memasang telinga,
suara sayup dari dalam rumah itu cepat kabur, kalah dengan suara alat tabuh
kawan-kawannya. Jono makjlek menghentikan langkah kaki. Kawan-kawannya
sempat kaget. Lalu Jono mengisyaratkan kepada kawan-kawannya untuk mendengar
suara yang ia dengar.
Lampu teras
rumah pak Joni menyala kemudian pintu terbuka.
“Mas
tolong... tolong... ibuku... ib” anak kecil itu terjatuh kemudian menangis.
Kelompok pembangun sahur itu cepat-cepat menolong anak kecil itu. Jono
menggendongnya, kemudian masuk rumah. Anak kecil yang digendong Jono itu
menunjuk ke kamar orang tuanya sambil tersedu-sedan. Pintu kamar terbuka
sebagian, Jono tak berani membuka pintu, anak kecil itu melompat turun dari
gendongan Jono kemudian membuka pintu kamar. Terlihat sosok perempuan sedang
menggeram kesakitan, tangannya memegang perut buncit. Kemudian kecil itu
menarik tangan Jono dan berjalan ke kamar belakang. Di kamar belakang lelaki
bertubuh kekar lelap ngorok. Anak kecil itu menggoyang-goyangkan tubuh kekar
lelaki itu sembari teriak membangunkan.
Kawan-kawan
Jono mulai mengetuk pintu tetangga-tetangga sebelah. Beberapa tetangga
terbangun dan langsung menuju rumah pak Joni. Jono yang setengah takut
membangunkan pak Joni akhirnya bangun masih setengah sadar.
“Pak Isteri
bapak..”
Pak Joni
segera menengok isterinya yang berada di kamar langsung sadar penuh. Ia
bergegas mengeluarkan motor. Dua orang tetangga menuntun isteri pak Joni keluar
rumah.
“Heh, jangan
ngawur kamu Joni. Isterimu itu sebentar lagi melahirkan, tega kau bonceng ia
dengan motor bututmu itu?” Cegah perempuan tua.
“Mau
bagaimana lagi mbok?”
“Pinjam pak
RT mobil! kalau menunggu ambulan desa bisa-bisa isterimu..”
Pak Joni
berlari ke rumah pak RT. Tak lama pak Joni mengetuk pintu, keluarlah pak RT
yang hanya bersarung. Pak Joni segera menjelaskan maksud dan tujuan. Barang
sejenak mobil pun sampai di rumah pak Joni. Bu Joni di gendong pak Joni ke
dalam mobil. Sementara anak kecil pak Joni ditahan perempuan tua tadi. Mobil
pun berangkat ke dukun bayi.
Tetangga-tetangga
yang tadi berkumpul di rumah pak Joni berasngsur kembali ke rumah
masing-masing. Perempuan tua tadi membawa masuk anak kecil pak Joni ke dalam
rumah. Jono dan kawan-kawannya tak lagi melanjutkan membangunkan orang sahur.
Karena sudah mendekati waktu imsak. Mereka kembali ke langgar untuk menaruh
alat tabuh, kemudian pulang ke rumah masing-masing.
“Jin kamu
besok puasa?” Jono bertanya kepada Jinok di perjalanan.
“Aku bingung
Jon” jawab Jinok.
“Bingung
kenapa?”
“Kalau niat
aku ada..”
“Lalu apa
yang kamu bingungkan?”
“Aku bingung
sahur apa. Di rumah tak ada beras. Tadi aku tak ikut megegan di langgar karena
masih kerja, sedang uang gaji masih tiga hari lagi. Mbok dapat sekotak berkat
dari megengan, tak tega jika kumakan, biar mbok saja yang puasa.”
“Gini saja,
jatah sahurku kamu makan Jin. Tokh percuma aku sahur, sudah ada niat tak
puasa.”
“Yakin Jon?”
“Iya Jin.”
Terdengar suara melalui toa mengabarkan imsak. Ayam-ayam milik warga beradu kokok. Embun turun menyelimuti
desa. Disusul adzan subuh yang menggema di setiap telinga, mengetuk hati warga
untuk segera menyembah kepada yang maha Esa.

Komentar
Posting Komentar